Suatu pagi yang dingin di musim semi tahun ketiga SMA. Aku membuka tirai jendela yang tertutup embun. Angin pagi bertiup sepoi-sepoi, menerbangkan kelopak bunga sakura yang berguguran.
"Ko, kau sudah bangun? Makanan sudah siap!"
"Ya," jawabku.
Aku mengenakan baju bergaris biru-abu dengan celana panjang. Kukenakan pula jaket dan headset biruku, lalu berjalan santai menuju dapur.
Sakura nee-chan menatapku dengan lembut sambil menghidangkan sepiring besar kariage beserta mangkuk berisi yasai itame. Tiga mangkuk kecil nasi juga sudah terhidang di meja. Aku menarik kursi dan duduk sembari mencium aroma wangi dari masakannya.
"Kakak mana?" tanyaku.
"Sepertinya dia masih tidur. Tunggu, ya," Sakura Nee-chan tersenyum, lalu pergi menuju kamar, "Sayang, makanannya sudah siap!"
Melihat Sakura nee-chan yang lembut dan gigih membuatku senang. Aku seperti merasakan kehangatan seorang ibu yang sudah lama kurindukan.
"Hoaam! Hehe, iya sayang."
Kakak keluar dengan rambut yang berantakan.
"Kau ini.. sana makan dulu."
"Umm!! Wanginyaa!
Kakak duduk di seberangku dengan tampilan yang biasa kulihat tiap pagi, dengan wajah yang lebih cerah.
"Hai, Ko! Selamat pagi!"
"Pagi, Kak!"
"Haha akhirnya hari ini Ko yang makan. Makan yang banyak, Ko!"
Aku tertawa kecil.
Sakura nee-chan telah berada di kursinya.
"Itadakimasu," kata kami.
Aku mersakan cinta dalam masakannya.
---
Aku duduk di salah satu bangku taman. Udara berangsur-angsur menghangat. Angin terasa sejuk, menerbangkan luka masa lalu yang kian mengering.
"Reito kun, selamat pagi."
Seorang gadis berdiri di depanku dengan napas terengah. Rambut pedek sebahunya terbang perlahan tertiup angin. Dia terlihat manis dengan baju santainya.
"Selamat pagi, Yuki."
Dia tersenyum, lalu menarik tanganku untuk bangkit.
"Reito kun, aku merindukanmu!"
"Ya, sudah lama kita tidak berjumpa. Apa kabar?"
"Seperti yang kau lihat, aku merasa sangat baik seperti biasa."
Ia masih menatapku dengan mata sayunya, tapi senyumnya sangat cerah.
"Baguslah."
"Mari kita bergegas!" Ia menarik-narik tanganku.
"Haha, santai saja."
Jalanan kota yang ramai biasanya terasa sepi bagiku, tapi dengan teman yang kupercaya, aku tidak lagi merasa sendiri. Berjalan berdampingan sambil mendengar cerita mereka membuat hidupku lebih berwarna. Aku yang menjalani hidup dengan biasa-biasa, merasa lebih bernyawa dengan kisah-kisah mereka. Rasanya, menenangkan.
"Reito, kau sudah coba gelato?"
"Es krim yang lebih rendah lemak dan kalori itu?"
"Ya, rasanya juga lebih terasa! Maukah kau mencobanya?"
"Boleh saja."
"Yeey!"
Kami memasuki toko gelato yang berada di pinggir jalan.
"Aku juga belum pernah makan gelato, tapi toko ini rekomendasi dari teman-temanku. Kau harus coba!"
"Um."
Pramuniaga yang bertugas menyambut kami dengan ramah. Aku memilih gelato dalam cup, sedangkan Yuki memilih cone.
"Waah, rasa rum raisin dan sesame! Ada matcha dengan berbagai level juga. Ayo coba, Reito kun!"
"Baiklah."
Aku mencoba rasa matcha dengan intensitas tertinggi, level 7.
"Kau tidak coba rasa lain?"
"Tidak, ini saja."
"Yaah, padahal selagi di sini kau harus coba lebih banyak rasa. Hidup itu harus banyak rasa!"
Dia menatapku lama. Dia tampak sangat bersemangat.
"Um, jadi adakah rasa yang kau sarankan?"
Dia menyarankan beberapa rasa aneh. Akhirnya aku memilih rasa mints moka.
Yuki kembali dari kasir dengan dua cone gelato di tangannya.
"Kau yakin bisa menghabiskan itu sebelum mencair?"
Dia mengangguk mantap.
"Baguslah.
"Mari kita duduk!"
Kami duduk di koridor luar yang berbatasan dengan jalanan yang tidak terlalu ramai. Yuki segera melahap gelatonya. Dia memilih varian rasa yang berbeda dariku: genmaicha, shorbet, mints, dan beberapa rasa lain yang aneh. Dia terlihat menikmatinya.
"Reito, kau mau coba?"
"Tidak."
"Hmm, rasa genmaicha ini sangat aneh."
Aku tertawa kecil ketika melihat ekspresinya.
"Hahha sangat aneh, tapi aku suka."
"Kau mau coba punyaku?"
Matanya berbinar, dia mengangguk. Kedua tangannya penuh, jadi aku memasukkan sendok berisi es krim moka dalam mulutnya.
"Umm, enak!"
"Kau mau yang matcha juga kan?"
"Mau! Mau! Aaaa... ummm... pahit!"
"Itu level paling tinggi."
"Um! Um! Tapi enak hehe."
Dia berhasil menghabiskan 2 cone gelato sebelum aku menghabiskan milikku.
"Ahaha! Sangat lezat! Perutku kenyang, aku gembira!"
"Yuki.."
"Ya?"
"Mulutmu."
"O-oh!"
Dia melap mulutnya dengan tangan yang baru saja ia gunakan untuk membawa gelato.
Aku mengambil tisu di meja dan melap wajah serta tangannya.
"Hehe terimakasih, Ko."
Wajahnya selalu terlihat cerah apapun rasa yang dia coba. Aku tersenyum.
"Ya, ayo ke tempat berikutnya."
---
"Ryouji, mau ke mana?"
"Ah, aku bosan! Aku ingin berjalan-jalan," teriakku sambil meninggalkan bilik karaoke kami. Aku membeli sekotak susu stroberi di minimarket yang tak jauh dari tempat kami, tempat karaoke itu tidak menjualnya.
"Terimakasih. Selamat datang kembali."
Aku menusukkan sedotan dan mulai menyeruput minuman favoritku. Rasanya nikmat seperti biasa.
Aku melambatkan jalanku ketika melihat sosok yang kukenal. Badannya jakung dan seperangkat headphone melingkar di lehernya.
"K-ko-" kata-kataku tercelat ketika melihat seorang gadis tengah menggandeng tangannya. Aku terdiam dan memperhatikan mereka.
Ko membungkukkan badannya dan gadis itu berbisik di telinganya. Mereka terlihat sangat akrab. Mengapa rasanya....
"Ah!" Aku terkejut ketika mata kami bertemu, begitu saja.
"H-hai, Ko!"
"Oh, Uji. Hai," ia tersenyum tiba-tiba padaku. Aku segera berbalik dan menjauh darinya.
Sial! Aku lupa tempat karaokenya di sana!
Aku terpaksa berbalik arah, lagi.
"Ah, Ryouji kun ya?"
Gadis itu kini menghampiriku. Dia mendekat, benar benar mendekat.
"Aku Yuki! Salam kenal."
Dia mengulurkan tangannya, mengajakku berjabat tangan. Aku otomatis mundur beberapa senti, tetapi kemudian Ko ikut mendekat padaku dengan pandangan serius.
"U-um, salam kenal," aku menggenggam tangan kecilnya sambil agak membuang muka. Dia justru tersenyum.
"Haha, akhirnya kita bertemu."
"U-um."
"Apa yang kau lakukan di sini?" kataku pada pemuda tinggi di samping gadis berambut abu itu.
"Kami baru saja berjalan-jalan," jawabnya santai.
"Ooh, jadi kalian sedang berkencan? Ooh begitu."
"Tidak melakukan apapun. Aku kebetulan jalan-jalan di sekitar sini," kataku bohong.
"Kau mau ikut bersama kami?" gadis itu menawarkan.
Wajah Ko tetap datar seperti biasa ketika ia mengatakannya. Aku lagi-lagi membuatng muka dan mengepalkan tanganku.
"Ma-mana mungkin aku mengganggu kalian. Aku balik dulu ya, paman mencariku. Daah!"
Aku segera berlari meninggalkan mereka berdua.
"Hati-hati, Ryouji kun!"
Dan Ko hanya diam. Sial.
---
Saat istirahat makan siang, aku melihat gadis bersama Yuki itu mampir ke kelas kami. Dia mengintip, lalu memanggil nama Ko dari balik pintu.
Ko menghampirinya. Yuki menarik lengan Ko dan mereka hilang dari hadapanku.
Hayase mencolek pipiku, lamunanku kabur.
"Nglamun terus. Kemarin kemana hah ilang tiba tiba ga bilang?"
"Yaaa maaf..."
"Katanya sebentar doang..."
"Hehe," aku sedang tidak ingin membahas masalah kemarin. Tubuhku tiba-tiba lemas saat memikirkannya. Aku meletakkan pipiku di atas meja selagi Hayase dan Masaru terus mengomel karena aku kemarin tiba-tiba menghilang dan tidak menjawab panggilan dari mereka.
Usai bel pelajaran berakhir, aku memisahkan diriku dari Hayase dan Masaru.
"Dah, Uji!"
"Dah, Mayase! Dah, Masaru! Hati-hati di jalan!"
Kami berpisah dan aku segera pergi menuju halaman belakang. Aku bersembunyi ketika aku melihat seorang gadis tengah berjalan menuju direksi yang sama denganku.
"Yuki?"
Dia keluar dari pintu dan berlari ke rimbunan pohon
"Ko, kau sudah bangun? Makanan sudah siap!"
"Ya," jawabku.
Aku mengenakan baju bergaris biru-abu dengan celana panjang. Kukenakan pula jaket dan headset biruku, lalu berjalan santai menuju dapur.
Sakura nee-chan menatapku dengan lembut sambil menghidangkan sepiring besar kariage beserta mangkuk berisi yasai itame. Tiga mangkuk kecil nasi juga sudah terhidang di meja. Aku menarik kursi dan duduk sembari mencium aroma wangi dari masakannya.
"Kakak mana?" tanyaku.
"Sepertinya dia masih tidur. Tunggu, ya," Sakura Nee-chan tersenyum, lalu pergi menuju kamar, "Sayang, makanannya sudah siap!"
Melihat Sakura nee-chan yang lembut dan gigih membuatku senang. Aku seperti merasakan kehangatan seorang ibu yang sudah lama kurindukan.
"Hoaam! Hehe, iya sayang."
Kakak keluar dengan rambut yang berantakan.
"Kau ini.. sana makan dulu."
"Umm!! Wanginyaa!
Kakak duduk di seberangku dengan tampilan yang biasa kulihat tiap pagi, dengan wajah yang lebih cerah.
"Hai, Ko! Selamat pagi!"
"Pagi, Kak!"
"Haha akhirnya hari ini Ko yang makan. Makan yang banyak, Ko!"
Aku tertawa kecil.
Sakura nee-chan telah berada di kursinya.
"Itadakimasu," kata kami.
Aku mersakan cinta dalam masakannya.
---
Aku duduk di salah satu bangku taman. Udara berangsur-angsur menghangat. Angin terasa sejuk, menerbangkan luka masa lalu yang kian mengering.
"Reito kun, selamat pagi."
Seorang gadis berdiri di depanku dengan napas terengah. Rambut pedek sebahunya terbang perlahan tertiup angin. Dia terlihat manis dengan baju santainya.
"Selamat pagi, Yuki."
Dia tersenyum, lalu menarik tanganku untuk bangkit.
"Reito kun, aku merindukanmu!"
"Ya, sudah lama kita tidak berjumpa. Apa kabar?"
"Seperti yang kau lihat, aku merasa sangat baik seperti biasa."
Ia masih menatapku dengan mata sayunya, tapi senyumnya sangat cerah.
"Baguslah."
"Mari kita bergegas!" Ia menarik-narik tanganku.
"Haha, santai saja."
Jalanan kota yang ramai biasanya terasa sepi bagiku, tapi dengan teman yang kupercaya, aku tidak lagi merasa sendiri. Berjalan berdampingan sambil mendengar cerita mereka membuat hidupku lebih berwarna. Aku yang menjalani hidup dengan biasa-biasa, merasa lebih bernyawa dengan kisah-kisah mereka. Rasanya, menenangkan.
"Reito, kau sudah coba gelato?"
"Es krim yang lebih rendah lemak dan kalori itu?"
"Ya, rasanya juga lebih terasa! Maukah kau mencobanya?"
"Boleh saja."
"Yeey!"
Kami memasuki toko gelato yang berada di pinggir jalan.
"Aku juga belum pernah makan gelato, tapi toko ini rekomendasi dari teman-temanku. Kau harus coba!"
"Um."
Pramuniaga yang bertugas menyambut kami dengan ramah. Aku memilih gelato dalam cup, sedangkan Yuki memilih cone.
"Waah, rasa rum raisin dan sesame! Ada matcha dengan berbagai level juga. Ayo coba, Reito kun!"
"Baiklah."
Aku mencoba rasa matcha dengan intensitas tertinggi, level 7.
"Kau tidak coba rasa lain?"
"Tidak, ini saja."
"Yaah, padahal selagi di sini kau harus coba lebih banyak rasa. Hidup itu harus banyak rasa!"
Dia menatapku lama. Dia tampak sangat bersemangat.
"Um, jadi adakah rasa yang kau sarankan?"
Dia menyarankan beberapa rasa aneh. Akhirnya aku memilih rasa mints moka.
Yuki kembali dari kasir dengan dua cone gelato di tangannya.
"Kau yakin bisa menghabiskan itu sebelum mencair?"
Dia mengangguk mantap.
"Baguslah.
"Mari kita duduk!"
Kami duduk di koridor luar yang berbatasan dengan jalanan yang tidak terlalu ramai. Yuki segera melahap gelatonya. Dia memilih varian rasa yang berbeda dariku: genmaicha, shorbet, mints, dan beberapa rasa lain yang aneh. Dia terlihat menikmatinya.
"Reito, kau mau coba?"
"Tidak."
"Hmm, rasa genmaicha ini sangat aneh."
Aku tertawa kecil ketika melihat ekspresinya.
"Hahha sangat aneh, tapi aku suka."
"Kau mau coba punyaku?"
Matanya berbinar, dia mengangguk. Kedua tangannya penuh, jadi aku memasukkan sendok berisi es krim moka dalam mulutnya.
"Umm, enak!"
"Kau mau yang matcha juga kan?"
"Mau! Mau! Aaaa... ummm... pahit!"
"Itu level paling tinggi."
"Um! Um! Tapi enak hehe."
Dia berhasil menghabiskan 2 cone gelato sebelum aku menghabiskan milikku.
"Ahaha! Sangat lezat! Perutku kenyang, aku gembira!"
"Yuki.."
"Ya?"
"Mulutmu."
"O-oh!"
Dia melap mulutnya dengan tangan yang baru saja ia gunakan untuk membawa gelato.
Aku mengambil tisu di meja dan melap wajah serta tangannya.
"Hehe terimakasih, Ko."
Wajahnya selalu terlihat cerah apapun rasa yang dia coba. Aku tersenyum.
"Ya, ayo ke tempat berikutnya."
---
"Ryouji, mau ke mana?"
"Ah, aku bosan! Aku ingin berjalan-jalan," teriakku sambil meninggalkan bilik karaoke kami. Aku membeli sekotak susu stroberi di minimarket yang tak jauh dari tempat kami, tempat karaoke itu tidak menjualnya.
"Terimakasih. Selamat datang kembali."
Aku menusukkan sedotan dan mulai menyeruput minuman favoritku. Rasanya nikmat seperti biasa.
Aku melambatkan jalanku ketika melihat sosok yang kukenal. Badannya jakung dan seperangkat headphone melingkar di lehernya.
"K-ko-" kata-kataku tercelat ketika melihat seorang gadis tengah menggandeng tangannya. Aku terdiam dan memperhatikan mereka.
Ko membungkukkan badannya dan gadis itu berbisik di telinganya. Mereka terlihat sangat akrab. Mengapa rasanya....
"Ah!" Aku terkejut ketika mata kami bertemu, begitu saja.
"H-hai, Ko!"
"Oh, Uji. Hai," ia tersenyum tiba-tiba padaku. Aku segera berbalik dan menjauh darinya.
Sial! Aku lupa tempat karaokenya di sana!
Aku terpaksa berbalik arah, lagi.
"Ah, Ryouji kun ya?"
Gadis itu kini menghampiriku. Dia mendekat, benar benar mendekat.
"Aku Yuki! Salam kenal."
Dia mengulurkan tangannya, mengajakku berjabat tangan. Aku otomatis mundur beberapa senti, tetapi kemudian Ko ikut mendekat padaku dengan pandangan serius.
"U-um, salam kenal," aku menggenggam tangan kecilnya sambil agak membuang muka. Dia justru tersenyum.
"Haha, akhirnya kita bertemu."
"U-um."
"Apa yang kau lakukan di sini?" kataku pada pemuda tinggi di samping gadis berambut abu itu.
"Kami baru saja berjalan-jalan," jawabnya santai.
"Ooh, jadi kalian sedang berkencan? Ooh begitu."
"Tidak melakukan apapun. Aku kebetulan jalan-jalan di sekitar sini," kataku bohong.
"Kau mau ikut bersama kami?" gadis itu menawarkan.
Wajah Ko tetap datar seperti biasa ketika ia mengatakannya. Aku lagi-lagi membuatng muka dan mengepalkan tanganku.
"Ma-mana mungkin aku mengganggu kalian. Aku balik dulu ya, paman mencariku. Daah!"
Aku segera berlari meninggalkan mereka berdua.
"Hati-hati, Ryouji kun!"
Dan Ko hanya diam. Sial.
---
Saat istirahat makan siang, aku melihat gadis bersama Yuki itu mampir ke kelas kami. Dia mengintip, lalu memanggil nama Ko dari balik pintu.
Ko menghampirinya. Yuki menarik lengan Ko dan mereka hilang dari hadapanku.
Hayase mencolek pipiku, lamunanku kabur.
"Nglamun terus. Kemarin kemana hah ilang tiba tiba ga bilang?"
"Yaaa maaf..."
"Katanya sebentar doang..."
"Hehe," aku sedang tidak ingin membahas masalah kemarin. Tubuhku tiba-tiba lemas saat memikirkannya. Aku meletakkan pipiku di atas meja selagi Hayase dan Masaru terus mengomel karena aku kemarin tiba-tiba menghilang dan tidak menjawab panggilan dari mereka.
Usai bel pelajaran berakhir, aku memisahkan diriku dari Hayase dan Masaru.
"Dah, Uji!"
"Dah, Mayase! Dah, Masaru! Hati-hati di jalan!"
Kami berpisah dan aku segera pergi menuju halaman belakang. Aku bersembunyi ketika aku melihat seorang gadis tengah berjalan menuju direksi yang sama denganku.
"Yuki?"
Dia keluar dari pintu dan berlari ke rimbunan pohon
Comments
Post a Comment