Psycho? Siapa yang kau sebut seorang psikopat?
Aku hanya terjangkit insomnia, sedangkan dinginnya malam membuatku tidak bisa berpikir sejernih dulu.
Seperti biasa, aku berada di depan layar laptopku, berkeliling dunia maya tanpa tujuan pasti. Dengan tumpangan yang lamban, aku hanya dapat pasrah saat tujuanku tak terpenuhi. Sekarang jam dinding menunjukkan pukul 12:52 sedangkan layar monitorku berkata lain, 12:20! Lawakan bodoh apa yang sedang mereka rundingkan di sana?
Aku memerlukan waktu yang sedikit lama untuk membaca jam dinding tadi, tangannya tidak genap. Ia hanya memiliki dua tangan! Kemana satu tangan lainnya? Aku tak menemukannya.
Ini terlihat aneh, bergerak ke kanan dan ke kiri tanpa komando yang terseru. Aku menekan permukaan trackpad pada space kosong. Lihat! ia terus bergerak - memanjang dan memendek - sedangkan ujung kirinya masih berada pada pangkalnya. Aku tidak bercanda. Ini nyata!
Aku mengalihkan pandanganku pada sebuah balon strawberry yang sedang menari-nai di atas benang putihnya. Lihat! Ia melambai-lambai kepadaku, senyum lebar dan matanya yang ia sipitkan benar-benar membuat diriku senang. Aku membalas lambaiannya dan mengamati hal lain.
Hei, adakah seseorang di sana? Saat aku menoleh, aku tak menemukan apa pun selain hamparan anyaman bambu bewarna kuning. Hei, apakah ini bambu? Benarkah ini bambu? Bambu kuning? Apakah karpet ini terbuat dari bambu kuning?
Tunggu, aku melihatnya lagi! Ia terlihat seperti bayangan sebuah kepala. Aku meliriknya dan ia masih berada di tempatnya. Hei, ia sekarang tak terlihat saat aku kembali menoleh. Tunggu, ia muncul sesaat setelah aku menggoyangkan kepalaku ke kiri dan kanan. Hei! Dia mengikutinya!
Aku mulai mencium bau tak sedap. AKu tak tahu darimana asalnya tapi yang pasti tak ada manusia lain selain diriku di ruangan ini.
Kalimat merah tiba-tiba muncul di layar monitorku saat aku mencari sumbernya. Oh, ayolah, pasti akan berfungsi kembali setelah ini. Dan seketika, tanda merah itu hilang dan salah satu tombol perintah berputar.
Seekor cicak merayap di lantai. Tidak, dia ada dua! Mereka merayap di lantai-lantai rumahku. Aku mulai berpikir, ada apa gerangan dengan atap rumahku? Apakah alat rekat mereka tidak bisa menahan gaya mereka sehingga mereka terpaksa harus tinggal di dunia permukaan dan menunggu mangsanya di sana? Ada apa gerangan manusia mulai kehilangan kehormatan dirinya demi hal-hal tabu?
Oh, hai! Ia tersenyum lagi padaku. Ia membalikkan badannya, menatapku dengan senyum riangnya kemudian bergerak ke kiri dan ke kanan. Berputar kembali dan berputar kembali. Apakah akan selalu berulang? Akankah selalu terulang? Tidak! Sesungguhnya hanya ada satu waktu hingga ia kembali seperti asalnya. Tak berisi. Kosong.
Hei, bukankah ia baru saja berputar ke kiri? Sekarang ia kembali berputar ke kanan. Gerakannya yang tak menentu terkadang membuatku merasa takut, tapi tidakkah ia tersenyum? Mengapa aku harus takut menghadapi senyuman? Tidakkah senyuman adalah hal yang baik? Perlahan, perlahan. Aku semakin takut untuk menatapnya. Aku tidak berani lagi memalingkan mataku ke hadapannya. Ia bagaikan seorang pembunuh sekarang. Ia tidak memiliki tangan atau pun kaki namun seluruh tubuhnya bewarna merah. Bagaikan darah! Tidak, aku tidak ingin menjadi mangsanya!
Dia terus menatapku. Terus berputar. Terus menemukanku.
Lilitan kabel itu bagaikan rambut-rambut gimbal tak bertuan. Atau seperti mimpi saat kukecil. Mesin. Hanya sebuah mesin tak bernyawa. Tapi mampu menontrol otakku. Membebaninya. Aku ingin terlepas darinya!
Aku menekan tombol oranye yang akan mengizinkan beberapa asumsi gilakku terjun menuju dunia luar. Terbebaskan!
Biarkan mereka yang pergi, aku akan tetap berada di sini.
Pagi? Bukan, malam!
Comments
Post a Comment